Makalah Kepemimpinan Dalam Islam - Pendidikan
Manajemen Kepemimpinan
Makalah Kepemimpinan Dalam Islam
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di tengah-tengah pergulatan kehidupan masyarakat modern yang larut dengan kebebasan dan lepas dari kendali agama seperti itulah peran kepemimpinan islam semakin diperlukan dan menempati posisi strategis. Kepemimpinan yang diajarkan bangsa Barat dirasa kurang memenuhi tuntutan era globalisasi yang semakin maju dan modern. Sehingga membutuhkan sebuah solusi yang mampu menggantikan konsep kepemimpinan Barat yang terkesan otoriter dan tidak berorientasi pada kemashalatan masyarakat suatu negara.
Sejak munculnya agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, konsep kepemimpinan berubah drastis, yang semula otoriter menjadi demokratis. Yang semula keadaan rakyat tidak diperhatikan maka dengan datangnya konsep kepemimpinan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur'an dan di contohkan Nabi Muhammad SAW menjadikan rakyat hidup damai dan sejahtera. Maka dari ittu, sudah seharusnya bagi kita yang muslim untuk mengetahui konsep kepemimpinan dalam perspektif Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:
- Apakah kepemimpinan itu?
- Bagaimana kepemimpinan dalam persfektif Islam?
- Apa syarat-syarat seorang pemimpin dalam Islam?
- Apa kaedah-kaedah kepemimpinan dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan Makalah
- Mengingat kembali akan arti penting kepemimpinan, agar dapat mengarahkan dan menumbuhkan jiwa pemimpin yang mempunyai loyalitas terhadap hukum-hukum Allah SWT.
- Memaparkan persamaan dan perbedaan tentang kepemimpinan dalam persfektif islam dan kepemimpinan dalam persfektif barat, sehingga diharapkan mampu memahami dan menguasai perbandingan mengenai kelemahan dan kelebihannya, serta menjadikannya arahan atau cerminan untuk menuju perbaikan bangsa.
- Menjelaskan syarat-syarat tipe seorang pemimpin dalam Islam supaya dapat mencontohnya dan mengaplikasikannya dalam berorganisasi.
- Mendeskripsikan akan kaedah-kaedah kepemimpinan yang tersirat dan tersurat dalam pedoman-pedoman agama Islam.
BAB II Kajian Teoritis
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam pengertian secara umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin (directs), membimbing (guides), mempengaruhi (influences), atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Dari pengertian umum tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan merupakan tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain menjadi bergerak ke arah-arah tujuan tertentu. Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
- Haiman, berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran, atau tingkah laku orang lain.
- Munson (1921), mendefinisikan: kepemimpinan sebagai kemampuan menghandle orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Kepemimpinan adalah kekuatan semangat atau moral yang kreatif dan terarah.
- John Pfifner, dalam bukunya yang berjudul Public Administration (1960) memberikan definisi kepemimpinan adalah seni untuk mengkordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Eggi (2003:12) yang merupakan seorang eksponen generasi muda, mengatakan secara tajam bahwa dalam sejarah umat manusia belum satupun dapat terwujud sosok pemimpin sehebat kepemimpinan Rasulullah SAW, iapun melontarkan sejumlah kriteria persyaratan yang harus ada dalam sosok seorang pemimpin, dari apa yang berusaha ia selami dari keteladanan kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu:
- Pemimpin harus dekat dengan Tuhan dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai dan ajaran Tuhan yang baik dan luhur.
- Pemimpin haruslah seorang yang ikhlas (nothing to loose), tanpa mengharap pamrih kecuali untuk beribadah pada Tuhan melalui pengabdiannya kepada rakyat.
- Pemimpin harus sosok yang jujur dan adil dan khalifah Umar bin Khaththab merupakan contoh pemimpin yang mampu membedakan mana kepentingan pribadi dan mana kepentingan negara.
- Pemimpin harus mencintai rakyat dan mendahulukan kepentingannya di atas kepentingan diri keluarga dan golongannya.
Dalam kitabnya "Al-Qiyadah wal Jundiyah fil Islam", Sayid Al-Wakil menjelaskan bahwa Al-Qiyadah adalah konteks Al-Qur'an, Sunnah, dan Tarikh Islam memiliki empat pengertian.
Pertama, ro'i. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan,
"Setiap kalian adalah pemimpin (ro'i) dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang imam adalah pemimpin (ro'i) dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang suami (rojul) adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalah rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang pembantu (khadim) adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya."
Kepemimpinan dalam terminologi ro'i mencakup kepemimpinan negara, masyarakat, rumah tangga, kepemimpinan moral, yang mencakup juga kepemimpinan laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, tak seorang pun di dunia ini lepas dari tanggung jawab kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap orang mengemban amanah, dan setiap amanah pasti akan dimintai pertanggung jawabannya.
Ro'i berasal dari kata ro'a-yar'a-ro'yan-ri'ayatan (Munawwir, 1997:510). Artinya kepemimpinan dalam terminologi ro'i menyiratkan pentingnya makna ri'ayah yang artinya mengembala, memelihara, mengarahkan, dan memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya (ra'iyah).
Kedua, imam. Artinya pemimpin yang selalu berada di depan. Kata imam seakar dengan kata amam (di depan). Sehingga dalam terminologi ini, imam adalah pemimpin yang berfungsi sebagai teladan dan sosok panutan yang membimbing orang-orang yang dipimpinnya. Hilal (2005), Ibnul Qoyim telah mengemukakan dalam kajian kepemimpinan, bahwa: kata imam juga berarti ma'mum. Dengan pengertian ini, maka seorang pemimpin selain siap untuk menjadi imam, ia juga harus siap untuk menjadi ma'mum. Imam, selain bertugas mengarahkan ma'mum, pada saat yang sama ia pun harus siap dikritik dan diingatkan oleh ma'mum. Dalam shalat berjamaah, ketika imam melakukan kesalahan, ma'mum wajib mengingatkannya dengan ucapan subhanallah. Dan Imam harus siap mendengarkan peringatan ma'mum.
Ketiga, khalifah. Secara terminologi artinya pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW. Hilal (2005), Ibnu Khaldun mengatakan bahwa: kepemimpinan dalam terminologi khalifah juga berarti menyiapkan kepemimpinan berikutnya sesuai dengan aturan syari'ah demi tercapainya kemashalat duniawi dan ukhrowi. Kata khalifah seakar denga kata khalfun (belakang) (Munawwir, 1997:361). Ini artinya, seorang pemimpin bukan saja harus mempersiapkan generasi pemimpin penggantinya, ia juga harus siap melanjutkan kepemimpinan sebelumnya.
Keempat, amir. Artinya pemerintah. Dalam hadist riwayat Bukhari, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad, kita wajib menaati seorang pemimpin (amir) apapun warna kulitnya, bentuk rupanya, kaya atau miskin, selama pemimpin itu beada dalam bimbingan wahyu Allah SWT. Kata amir juga berarti ma'mur (yang diperintah). Ini artinya, seorang pemimpin selain menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, ia juga harus siap diperintah oleh rakyatnya dalam hal yang mengandung kemashalatan untuk semua.
B. Syarat Pemimpin Dalam Islam
Yahya (2004:55) mengutarakan persyaratan mengenai pemimpin dalam Islam:
1. Adil
1.1. Adil yang merupakan lawan dari dzalim
"Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Qs An Nisa:58)
Adil dalam hal ini masih bersifat umum. Karena bisa saja orang yang non muslim tetapi memiliki sifat adil, makna tersebut dapat ditangkap melalui ungkapan Umar bin Khatab: kita lebih berhak berlaku adil daripada sang kaisar dan juga dalam ungkapan rasul mensinyalir an-najasyi (raja habasah) sesungguhnya dinegeri itu terdapat raja yang adil.
1.2. Adil yang merupakan lawan dari fasiq
"Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah SWT. Demikianlah diberi pengajaran dengan ittu orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah SWT niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar." (Qs At Thalaq: 2)
Adil dalam pengertian ini bersifat lebih khusus artinya, hanya dimiliki oleh orang beriman. Konklusinya, "setiap orang adil (lawan fasiq) pasti adil (lawan dzalim). Namun, tidak setiap adil pasti adil." Dari sifat adil tersebut jelas, bahwa adil yang dimaksud adalah (adil) yang merupakan lawan dari fasiq.
2. Laki-laki
Rasulullah SAW bersabda "tidak akan bahagia suatu kaum yang dipimpin oleh wanita". Hadist ini banyak memunculkan banyak kontrovesi, terlebih dikalangan kaum feminis, mestinya hadist ini difahami dengan pendekatan iman, jika tidak yang muncul adalah Su-Uddzon kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang yang beriman hadist ini sangat jelas dan gamblang karena mereka yakin bahwa Rasulullah SAW tidak mengucapkan segala sesuatu berdasarkan hawa nafsu melainkan dengan wahyu.
3. Merdeka (tidak berstatus budak)
Merdeka dari segala belenggu lahir dan bathin, sehingga tidak ada gangguan dan tekanan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya.
4. Baligh/Dewasa
5. Berakal sehat/tidak cacat mental
Pada era globalisasi dan serba canggih ini pendidikan tinggi dan kecerdasan merupakan sebuah keharusan. Seorang tokoh Islam pernah berkata: "pemimpin yang korup akan menyengsarakan rakyat, pemimpin yang bodoh akan menghancurkan rakyat".
6. Bisa menjadi hakim
Baik dalam penguasaan terhadap ilmu hukum maupun dalam mengambil keputusan lewat sebuah ijtihad.
7. Punya keahlian militer, persenjataan dan urusan penting
Salah satu tugas pemimpin adalah menjaga keamanan dan melindungi rakyat, karena itu pemimpin harus mahir dalam bidang militer.
8. Tidak cacat fisik
"Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah SWT telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?" (Nabi mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah SWT memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah SWT Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." (Qs Albaqarah: 247).
Seorang pemimpin dalam islam itu tidak boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai pedoman dalam memilih calon pemimpin masa depan:
1) Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetian kepada Allah.
2) Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
3) Berpegang pada Syariat dan Ahklak Islam; Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adan Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.
4) Pengemban Amanah; Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Qur'an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar..." (QS.22:41)
C. Kaedah-Kaedah Kepimpinan dalam Islam
1) Kepempinan Bersifat Tunggal
Dalam khazanah politik Islam, kepemimpinan negara itu bersifat tunggal. Tidak ada pemisahan, ataupun pembagian kekuasaan di dalam Islam. Kekuasaan berada di tangan seorang Khalifah secara mutlah. Seluruh kaum Muslim harus menyerahkan loyalitasnya kepada seorang pemimpin yang absah. Mereka tidak diperbolehkan memberikan loyalitas kepada orang lain, selama Khalifah yang absah masih berkuasa dan memerintah kaum Muslim dengan hukum Allah SWT. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa saja yang telah membai'at seorang Imam (Khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabilah ada orang lain hendak merebutnya (kekuasaan itu) maka penggallah leher orang itu". (HR. Muslim)
"Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian, sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang Khalifah, kemudian dia ingin memecah-belah kesatuan jama'ah kalian, maka bunuhlah ia." (HR. Muslim).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hazim yang mengatakan, "Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama 5 tahun, pernah aku mendengarnya menyampaikan hadist dari Rasulullah SAW. Yang bersabda:
"Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada Nabi sesudahku. (Tetapi nanti akan ada banyak Khalifah." Para Sahabat bertanya, Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka." (HR. Imam Muslim)
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwasanya kepemimpinan dalam Islam bersifat tunggal, bukan bersifat kolegial. Dari riwayat-riwayat di atas kita bisa menyimpulkan bahwa tidak ada pembagian kekuasaan di dalam Islam.
0 Response to "Makalah Kepemimpinan Dalam Islam - Pendidikan"
Post a Comment