PEMBAHASAN CONTOH SOAL TPS UTBK 2020 KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN DAN MENULIS
Pembahasan Contoh Soal TPS UTBK 2020 Kemampuan Memahami Bacaan dan Menulis
Kali ini kita akan membahas contoh soal TPS UTBK bagian kemampuan memahami bacaan dan menulis. Tipe soal ini memiliki bacaan yang begitu panjang sehingga memerlukan tips dan trik untuk menjawab soal-soal tipe ini. Silahkan klik Tips dan Trik Menjawab Soal TPS UTBK Kemampuan Memahami Bacaan dan Menulis jika kalian ingin membacanya. Jika kalian sudah membaca Tips dan Trik-nya sekarang kita akan membahas contoh soalnya.
Berikut Contoh Soal dan Pembahasan TPS UTBK 2020 - Kemampuan Memahami Bacaan dan Menulis:
Bacaan untuk soal nomor 1 sd 3
UNESCO saat memperingati Hari Anti-Impunitas untuk kekerasan terhadap Wartawan, November 2019, memaparkan fakta meningkatnya intensitas kekerasan terhadap wartawan. Secara kuantitatif, aksi kekerasan terhadap wartawan naik 18 persen di sejumlah negara dalam lima tahun terakhir. (Paragraf 1)
Di Indonesia, kita pun tidak pernah kehabisan contoh kasus. Dari data yang dikeluarkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ada 53 kekerasan terhadap para wartawan Indonesia sepanjang 2019. Bentuknya beragam, mulai dari kekerasan fisik, kriminalisasi, hingga intimidasi lisan. Kekerasan tersebut melibatkan banyak pihak, antara lain masyarakat awam, aparat negara, organisasi, bahkan akademisi. (Paragraf 2)
Rumitnya modus serta beragamnya pelaku dan pemicu menyisakan fenomena kekerasan terhadap wartawan sebagai puncak gunung es di atas sengkarut berbagai persoalan di negeri ini. Kalau kita cermati, persoalan-persoalan tersebut tidak dapat dilepaskan dari bangunan konstruksi diskursif tentang identitas profesional wartawan. Konstruksi tersebut terkait dengan sejauh mana keberadaan wartawan dalam kekhasannya sebagai pelaku profesi jurnalistik yang dipahami dan diakui. (Paragraf 3)
Seperti halnya wartawan yang pada umumnya membangun konstruksi tentang identitas profesional mereka di atas pengakuan terhadap orientasi normatif yang seharusnya mereka ikuti (Hanitzsch dan Vos, 2017), demikian pula masyarakat. Masyarakat akan menyosokkan identitas wartawan di atas wacana normatif yang meraka pahami dan narasi yang mereka kembangkan tentang praktik jurnalistik wartawan. (Paragraf 4)
Secara ideal, konstruksi identitas seorang wartawan dibangun di atas privilese normatif peran dan tanggung jawab yang dimilikinya. Sebagai "penutur kebenaran", misalnya, kinerja wartawan selalu dikaitkan dengan serangkaian prosedur etik menyangkut verifikasi fakta atau bahkan post-hocfact checking untuk menjamin presisi informasi dan mencegah reportase yang sarat kepentingan. (Paragraf 5)
Prosedur etik jurnalistik ini sekaligus menjadi pembeda normatif bagi identitas profesional wartawan dengan profesi bidang informasi lain. Persoalan tidak akan muncul ketika wartawan dan masyarakat memahami dan mengakui keberadaan etik jurnalistik yang membangun identitas profesional wartawan. Meski demikian, dalam berbagai kesempatan kita menemukan kecenderungan sebaliknya bahwa hal ini terlewatkan. (Paragraf 6)
Kecenderungan laten inilah yang kemudian kerap mengawali proses diskursif selanjutnya menuju deprofesionalisasi (Witschge & Nygren, 2009) sebagai persoalan utama dalam konstruksi atas identitas wartawan. Deprofesionalisasi disini dipahami sebagai memudarnya identitas profesional wartawan akibat hilangnya kepercayaan masyarakat. (Paragraf 7)
Deprofesionalisasi kian kronis manakala pada tingkat wacana tentang kinerja jurnalis muncul berbagai bentuk bentuk narasi malapraktik yang diikuti dengan narasi penolakan terhadap wartawan. Pada titik ini, konstruksi atas identitas profesional wartawan menjadi rentan. Bahkan, bukan tidak mungkin keberadaan wartawan dianggap sebagai musuh. (Paragraf 8)
Dalam konstruksi diskursif seperti inilah deprofesionalisasi menjadi pemicu kekerasan terhadap wartawan. Dalam pengandaian di atas, deprofesionalisasi dengan demikian perlu dibaca sebagai representasi dari persoalan lingkungan sosiostruktural adalah belum konsistennya penegakan perangkat perlindungan terhadap wartawan. Hal ini merangsang terulangnya kekerasan terhadap wartawan. (Paragraf 9)
Kolaborasi sejumlah lembaga pers untuk mendirikan Komisi Keselamatan Jurnalis pada April 2019 adalah langkah strategis untuk mendekati persoalan sosiostruktural yang melingkupi persoalan depersonalisasi di atas. (Paragraf 10)
Diharapkan usaha memperbaiki lingkungan bermedia dan sisi sosiostruktural diperkuat dengan langkah-langkah nonlitigatif pada wilayah sosiokultural untuk membangun literasi tentang hukum dan kode etik jurnalistik. Banyak lembaga memiliki posisi strategis tentang literasi publik yang bisa diikutsertakan dalam langkah-langkah kolaborasi ini. (Paragraf 11)
Sumber: kompas.id
1. Bagaimana sikap penulis dalam bacaan di atas?
A. Analisa ilmiah atas deprofesionalisasi sebagai pemicu diskursi dan kekerasan terhadap wartawan
B. Kritik terhadap para jurnalis yang tak memenuhi prosedur etik jurnalistik
C. Khawatir atass isu identitas normatif wartawan yang tidak memenuhi kode etis jurnalistik sehingga berdampak pada kehilangan kepercayaan masyarakat
D. Kritis terhadap kecenderungan masyarakat untuk menyosokkan identitas wartawan di atas wacana normatif yang meraka pahami dan narasi yang meraka kembangkan tentang praktik jurnalistik wartawan hingga berakibat pada rentannya identitas
E. Mendorong proteksi atas wartawan dengan memperbaiki persoalan sosio-struktural
Kunci Jawaban: E
Pembahasan:
Sikap penulis pada bacaan di atas yang paling tepat yakni opsi E, yakni penulis mendorong proteksi atas wartawan dengan memperbaiki persoalan sosiostruktural. Hal ini dapat kita temukan di paragraph terakhir pada bacaan. Penulis mengharapkan untuk memperkuat usaha perbaikan lingkungan bermedia dari sisi sosiokultural.
2. Fungsi paragraf ke delapan pada wacana di atas adalah . . .
A. implementasi langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan sosiostruktural
B. landasan teori atas deprofesionalisasi sebagai pemicu kekerasan terhadap wartawan
C. membahas konsep konstruksi identitas normatif yang harusnya dimiliki oleh seorang wartawan
D. memberi contoh atas dampak terjadinya isu deprofesionalisasi pada identitas wartawan
E. prosedur kode etik jurnalis dan penerapannya yang menyebabkan deprofesionalisasi
Kunci Jawaban: D
Pembahasan:
Paragraf ke delapan adalah sebagai berikut:
"Deprofesionalisasi kian kronis manakala pada tingkat wacana tentang kinerja jurnalis muncul berbagai bentuk narasi malapraktik yang diikuti dengan narasi penolakan terhadap wartawan. Pada titik ini, konstruksi atas identitas profesional wartawan menjadi rentan. Bahkan, bukan tidak mungkin keberadaan wartawan dianggap sebagai musuh."
Fungsi paragraf tersebut adalah untuk memberikan contoh atas dampak terjadinya isu deprofesionalisasi identitas wartawan. Hal ini tertera pada kalimat pertama yang membahas tentang deprofesionalisasi yang kian ironis. Kalimat ini juga menyebutkan munculnya berbagai bentuk narasi malapratik dan narasi penolakan wartawan. Narasi tersebut merupakan contoh dampak terjadinya deprofesionalisme pada identitas wartawan. Jadi, jawaban yang paling tepat adalah D, "Memberi contoh atas dampak terjadinya isu deprofesionalisasi pada identitas wartawan".
3. Kalimat yang sesuai dengan teks di atas adalah . . .
A. kecenderungan beberapa wartawan yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik menjadi alasan pemudaran identitas wartawan
B. langkah litigatif harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan sosiokultural
C. perangkat penegakan keamanan bagi wartawan menjadi bagian dari persoalan deprofesionalisasi yang dialami wartawan
D. privilese normatif yang dimiliki wartawan merupakan isu yang terpisah dari kinerja mereka dan kode etik jurnalistik
E. profesi wartawan dan jurnalis yang memiliki idetitas normatif tidak membedakan mereka dengan profesi lain
Kunci Jawaban: A
Pembahasan:
Kalimat yang paling sesuai dengan teks di atas adalah opsi A, "Kecenderungan beberapa wartawan yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik menjadi alasan pemudaran identitas wartawan." Pada opsi lain tidak ada kesesuaian dengan maksud yang tertera dalam bacaan.
Bacaan untuk soal nomor 4 sd 10
[1 "Give us books", say the children, "give us wings",]
Begitulah yang diucapkan paul Hazard untuk menunjukkan betapa pentingnya minat baca ditanamkan sejak dini. Dengan [2 kenal] anak-anak pada buku sejak awal, seperti memberi mereka sayap untuk terbang setinggi mungkin. Kebiasaan membaca yang dibiasakan sejak dini akan membiasakan tradisi literat sampai dewasa. Kesadaran seperti itu belum dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. (Paragraf 1)
Survei [3 UNESCO] pada tahun 2014 yang dilansir majalah [4 "Femina"] edisi 23 April 2016 menyatakan anak Indonesia hanya membaca 27 halaman buku dalam satu tahun. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena menunjukkan bahwa satu buku novel seri anak yang sebagian besar berjumlah hanya 55-100 halaman pun tidak habis dibaca oleh anak Indonesia dalam waktu satu tahun. (Paragraf 2)
Perpustakaan Nasional pun melakukan pengkajian seperti yang diungkapkan Media Indonesia (5 April 2016) kepada 3.360 responden di 28 kota dan kabupaten pada 12 provinsi. Kajian dilakukan dengan indikator frekuensi membaca per minggu, lama baca per hari, jumlah halaman dibaca per minggu, dan alokasi dana untuk belanja buku per tahun. Hasil dari kajian Perpustakaan Nasional tersebut hampir sama dengan data yang diperoleh UNESCO pada tahun 2012 tentang minat baca di Indonesia, yaitu ada pada kisaran indeks 0,001. (Paragraf 3)
Sumber: ejournal.upi.edu
4. Pertimbangkan apakah bagian bernomor (1) perlu diperbaiki atau tidak . . .
A. tidak perlu diperbaiki
B. "Give us books," say the children, "give us wings."
C. "Give us books," Say the children, "give us wings."
D. "Give us books", say the children, "give us wings"
E. "Give us books", say the children, "give us wings"
Kunci Jawaban: B
Pembahasan:
Bagian bernomor (1) perlu diperbaiki, yaitu pada penggunaan tanda koma (,). Tanda koma, salah satu fungsinya, dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Maksudnya, jika kalimat diawali dengan ujaran langsung/petikan langsung kemudian dilanjutkan dengan bagian lainnya (keterangan) maka tanda koma (,), diletakkan di dalam tanda petik ("..."). Sebaliknya, jika kalimat diawali dengan bagian lainnya (keterangan) kemudian dilanjutkan dengan petikan langsung maka tanda koma (,) diletakkan di luar tanda petik (sebelum tanda petik pembuka). Berdasarkan penjelasan tersebut, perbaikan bagian bernomor (1) yaitu. "Give us books," say the children, "give us wings." Maka jawaban yang benar yaitu B.
5. Imbuhan yang tepat pada bagian bernomor (2) adalah . . .
A. di
B. di-kan
C. di-kannya
D. me-i
E. me-kan
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Imbuhan yang tepat melengkapi kata kenal pada bagian bernomor (2) yaitu konfliks di-kan dan kata ganti kepunyaan -nya, sehingga menjadi dikenalkannya. Konfliks di-kan berfungsi membentuk kata kerja pasif. Maknanya yaitu menyatakan kausatif atau menyebabkan terjadinya sesuatu. Artinya, ketika anak-anak dikenalkan buku-buku sejak awal akan memberikan dampak kepada anak berupa pengetahuan yang luas (seperti memberi sayap). Kata ganti kepunyaan -nya merujuk pada pentingnya minat baca. Maka jawaban yang benar yaitu C.
6. Pertimbangkan apakah bagian bernomor (3) perlu diperbaiki atau tidak . . .
A. tidak perlu diperbaiki
B. unesco
C. unesco
D. UNESCO
E. "UNESCO"
Kunci Jawaban: A
Pembahasan:
UNESCO merupakan singkatan dari United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Maka jawaban yang benar yaitu A.
7. Pertimbangkan apakah bagian bernomor (4) perlu diperbaiki atau tidak . . .
A. tidak perlu diperbaiki
B. "Femina"
C. Femina
D. femina
E. 'femina'
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Huruf kapital, salah satu fungsinya, dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas. Femina merupakan nama suatu majalah. Artinya, selain ditulis kapital, Femina juga ditulis dengan huruf miring. Maka jawaban yang benar yaitu C.
8. Kebiasaan membaca yang dibiasakan sejak dini akan membiasakan tradisi literat sampai dewasa. Hal ini harus dilakukan agar kalimat tersebut menjadi kalimat efektif adalah . . .
A. Menghapus kata 'sejak dini' dan mengganti kata 'literat' dengan 'literasi'
B. Menghapus kata 'sejak dini' dan mengganti kata 'tradisi' dengan 'budaya'
C. Menghapus kata 'yang dibiasakan' dan mengganti kata 'membiasakan' dengan kata lain yang sesuai dengan konteks kalimat seperti 'menumbuhkan' atau 'menciptakan'.
D. Menghapus kata 'yang dibiasakan' dan mengganti kata 'tradisi' dengan 'budaya'.
E. Menghapus kata 'yang dibiasakan' dan mengganti kata 'literat' dengan 'literasi'.
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Syarat/prinsip kalimat efektif, yaitu kesatuan, kehematan, keparalelan, kelogisan, dan kepaduan. Kalimat di atas tidak memenuhi prinsip kehematan. Hemat yang dimaksud yaitu tidak menggunakan kata-kata mubazir, tidak menjamakkan kata yang sudah berbentuk jamak, dan tidak mengulang subjek. Ketidakhematan tersebut terletak pada penggunaan kata yang dibiasakan dan kata membiasakan. Penggunaan kata yang dibiasakan termasuk mubazir karena sudah terwakilkan oleh kata kebiasaan. Penggunaan kata membiasakan seharusnya bisa diganti dengan kata lain yang sesuai dengan konteks kalimat seperti 'menumbuhkan' atau 'menciptakan' agar tidak terjadi pengulangan kata. Maka jawaban yang tepat yaitu C.
9. Perpustakaan Nasional pun melakukan pengkajian seperti yang diungkapkan Media Indonesia (5 April 2016) kepada 3.360 responden di 28 kota dan kabupaten pada 12 provinsi. Kajian dilakukan dengan indikator frekuensi membaca per minggu, lama baca per hari, jumlah halaman dibaca per minggu, dan alokasi dana untuk belanja buku per tahun. Kesalahan tanda baca atau penulisan kata pada dua kalimat tersebut adalah . . .
A. Kata 'baca' pada frasa 'lama baca per hari' seharusnya ditulis 'membaca'.
B. Kata 'per' seharunsya ditulis menggunakan simbol garis miring (/).
C. Penulisan 28 dan 12 seharusnya ditulis menggunakan huruf.
D. Penulisan Media Indonesia seharusnya ditulis miring.
E. Penulisan Perpustakaan Nasional seharusnya Perpustakaan nasional.
Kunci Jawaban: A
Pembahasan:
Kesalahan dua kalimat di atas terletak pada penulisan kata baca, seharusnya membaca. Kesalahan penulisan kata tersebut terkait dengan ketidakparalelan kalimat. Keparalelan merupakan kesamaan bentuk yang digunakan dalam kalimat. Maksudnya yaitu jika pada kata pertama berbentuk verba. Oleh sebab itu, kata baca diperbaiki dengan kata membaca karena keterangan sebelumnya menggunakan bentuk membaca, yaitu membaca per minggu sehingga kalimat menjadi paralel. Maka jawaban yang tepat yaitu A.
10. Survei [2 UNESCO] pada tahun 2014 yang dilansir majalah [3 "Femina"] edisi 23 April 2016 menyatakan anak Indonesia hanya membaca 27 halaman buku dalam satu tahun. Subjek pada kalimat adalah . . .
A. anak Indonesia
B. anak Indonesia hanya membaca 27 halaman buku
C. survei UNESCO
D. survei UNESCO pada tahun 2014 yang dilansir majalah "Femina"
E. survei UNESCO yang dilansir majalah "Femina"
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh predikat. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut: (a) jawaban apa atau siapa, (b) dapat didahului oleh kata bahwa, (c) berupa kata atau frasa benda (nominal), (d) dapat diserta kata ini atau itu, (e) dapat disertai pewatas yang, (f) tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain, (g) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan. Berdasarkan penjelasan tersebut, subjek kalimat di atas yaitu Survei UNESCO. Maka jawaban yang tepat yaitu C.
0 Response to "PEMBAHASAN CONTOH SOAL TPS UTBK 2020 KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN DAN MENULIS"
Post a Comment